Garut, Realita Indonesia.com,
Seorang pengembang perumahan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kabupaten Garut, Yusup Supriyadi menyoroti permasalahan yang dirasakannya, terkait pelaksanaan kebijakan yang harus segera dibenahi.
Salah satu yang menjadi sorotan utama adalah implementasi Pasal 192 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, yang mengamanatkan Pemerintah Daerah dalam menyusun Peraturan Daerah terkait Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Yusup mengatakan dalam wawancaranya di sebuah pusat kuliner, jalan Otista, Garut, Jawa Barat, bahwa undang-undang no. 1 Tahun 2022 ini mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, Senin (23/09/2024).
“Undang-undang ini pun mewajibkan penyusunan Peraturan Daerah dalam jangka waktu dua tahun sejak undang-undang mulai berlaku pada 5 Januari 2022,” ungkap Yusup.
Dirinya menyoroti salah satu klausul penting dalam regulasi tersebut, yaitu tentang pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk perumahan MBR.
Peraturan tersebut, sambungnya, kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 35 Tahun 2021.
Yusup menegaskan, perumahan MBR seharusnya bebas dari BPHTB, sebagaimana yang telah diterapkan di beberapa daerah lain di Indonesia. Bahkan, di Jawa Tengah, Pemerintah Daerah memberikan dukungan penuh kepada program perumahan MBR, dengan pembebasan BPHTB.
“Pemerintahnya memberikan bantuan uang muka, bunga rendah sebesar 5 persen, PPH hanya 1 persen, serta bantuan infrastruktur lainnya,” lanjutnya.
Namun, Yusup menyebutkan, situasi di Kabupaten Garut berbeda. Meski Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sudah diberlakukan.
“Namun Pemerintah, melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), belum memberikan respons yang memuaskan terkait pembebasan BPHTB bagi perumahan MBR,” katanya.
Yusup mengaku telah beberapa kali mengirim surat kepada Bapenda dan Pejabat (Pj) Bupati Garut, namun tanggapan yang diberikan tidak sesuai dengan substansi permasalahan.
“Bagian hukum Pemkab Garut sebenarnya sudah memberikan sinyal bahwa BPHTB untuk perumahan MBR seharusnya nihil. Namun, hingga kini belum ada realisasi yang jelas dari Bapenda,” tukas Yusup.
ia menekankan, bahwa Kabupaten Garut harus segera mengambil langkah konkrit, mengingat daerah-daerah lain di Indonesia sudah bersaing untuk mendukung pengembang perumahan MBR.
“Ini bukan hanya tentang pajak, tetapi tentang masa depan ekonomi masyarakat Garut. Setiap pembangunan perumahan MBR melibatkan mata rantai ekonomi panjang, dari tenaga kerja hingga peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal,” ucap dia.
Yusup berharap pemerintahan yang akan datang, baik Bupati maupun Wakil Bupati yang terpilih, dapat merespons kebutuhan para pelaku usaha, terutama dalam bidang perumahan MBR.
Tak lupa, ia juga menyinggung kebutuhan penataan fasilitas publik lain seperti pasar tradisional, yang memerlukan perhatian lebih serius dari Pemerintah daerah.
Dukungan kebijakan yang jelas dan tepat waktu dari Pemda Garut sangat diperlukan agar pembangunan perumahan MBR dapat berjalan lancar.
“Hal itu pada akhirnya memberikan manfaat nyata bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Kabupatdn Garut,” pungkas Yusup. (Wan)